Hiruk pikuk kota terasa amat menyesakan bagi para penghuninya. Wajah kumuh acap kali tidak bisa lepas dari keberadaan kota. Ekspresi-ekspresi seperti itu membuat kota memiliki aura negatif bagi bumi. Kota lah yang selalu memiliki wajah buruk bagi kerusakan lingkungan. Dialah biang keroknya. Semua aktivitas perusak lingkungan terjadi di sini. Penduduk yang memadati kota kerap kali tidak menjaga keseimbangan lingkungan.
Penduduknya yang konsumtif, penggunaan ketersediaan air yang tidak bijak, pengelolahan sampah yang buruk, pemanfaatan lahan yang salah, sering menjadi perdebatan panjang untuk menyelamatkan kota. Penguasaan teknologi yang tinggi di kota membuat isu lingkungan jadi nomor kesekian. Kota selalu punya masalah lingkungan yang perlu dibenahi.
Sebagai masyarakat urban, banyak hal yang bisa kita dilakukan untuk menyelamatkan kota. Tidak hanya sebagai aktivitas selingan, konsentrasi pada penyelamatan lingkungan di kota dapat menjadi profesi yang menjanjikan. Profesi yang ramah lingkungan ini biasa disebut green jobs. Potensi green jobs tentu terbuka luas karena melihat profesi-profesi yang ada di kota sangat metropolitan. Tidak banyak orang melirik profesi ini.
Melihat kronisnya kondisi lingkungan di kota-kota Indonesia, green jobs bisa jadi refleksi kita pada alam. Salah satu green jobs yang bisa dilakukan oleh masyarakat urban kita adalah urban farmer. Sebagai urban farmer atau petani kota, kita bisa memanfaatkan lahan yang terbatas di kota sebagai ladang hijau. Perkebunan kota atau urban farming dengan bercocok tanam di lingkungan rumah perkotaan beriringan dengan keinginan masyarakat kota menjalani gaya hidup sehat. Hasil panen urban farming ini diyakini lebih sehat karena menerapkan sistem penanaman organik yang tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintetis.
Pada jangkauan yang lebih luas, urban farming memiliki dampak yang lebih besar bagi kelangsungan hidup masyarakat perkotaan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa urban farmer dapat menjadi konsep profesi petani ideal di masa depan. Sebagai generasi muda, ini menjadi potensi yang sayang bila dilewatkan. Anak muda dapat berperan aktif bahkan dapat mempelopori green jobs yang satu ini untuk menyelamatkan kota.
Geliat Anak Muda
Dari Amerika Serikat, Swedia, hingga Uganda, anak-anak muda telah bersuara dan beraksi untuk mengatasi isu lingkungan. Salah satunya Tobias Peggs, pendiri Square Roots. Ia mendirikan perusahaan yang menjadi salah satu wadah aktivitas urban farming profesional di Kota New York. Di Indonesia, ada petani muda pendiri Kebun Belajar Kumara, Siti Soraya Cassandra. Petani muda asal Tanggerang ini sudah bergiat menjadi urban farmer sejak tahun 2016.
Menekuni urban farming berarti mendekatkan diri pada makanan sehat dan menaruh sikap empati pada petani sebagai pahlawan pangan. Berkebun menjadi satu-satunya cara bagi manusia hidup berdampingan dengan alam. Konsep ini sebenarnya tidak lagi asing bagi masyarakat Indonesia. Menyatu dan belajar dari alam selalu diajarkan oleh orang tua atau pembelajaran di sekolah. Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaganya.
Mulai peduli dengan alam dapat dimulai sedini mungkin. Sebagai agen perubahan, anak muda jadi elemen penting untuk terlibat dalam pelestarian lingkungan. Anak muda yang terjun di bidang pertanian dan bereran aktif, akan mengakselerasi kemajuan pertanian di Indonesia. Mempelajari dan mengembangkan urban farming tidak akan rugi. Sebaliknya, sektor bisnis kiwari ini bisa mendatangkan banyak keuntungan pada masa mendatang.
Kesadaran, minat , dan kemauan anak muda untuk terlibat dalam green jobs seperti ini perlu dipantik kembali. Masih ada anak-anak muda yang tidak atau belum tertarik pada isu lingkungan. Anak muda cenderung lebih mudah terperangkap pada zona nyaman plin-plan dalam menentukan pilihan. Untuk terjun dalam dunia peduli lingkungan, dibutuhkan keberanian dan ketekunan karena masalah lingkungan tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Namun untuk memulainya, kita dapat melakukannya dari hal-hal yang kecil.
Menjaga Katehanan Pangan
Urbanisasi menyebabkan tingginya laju pembangunan dan semakin mengeliminasi keberadaan lahan pertanian di kota. Kota tidak lagi mampu memenuhi mencukupi ketersediaan pangan secara mandiri. Bahan makanan yang tidak tersedia dapat memunculkan inflasi harga bahan pangan. Urban farming akan sangat membantu untuk mencukupi ketersediaan bahan makanan dan memperkuat ketahanan pangan kota itu sendiri.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, ketahanan pangan Indonesia sempat disorot. Sistem logistik dan rantai pasok pangan sempat terganggu akibat pandemi Covid-19. Di masa pagebluk macam sekarang, kita tidak bisa terus mengandalkan distribusi bahan pangan saja. Urban farming dapat menjadi jawaban bagaimana kita bisa secara mandiri memenuhi kebutuhan bahan makanan secara efektif. Selain menambah produktifitas selama di rumah saja, menjadi urban farmer juga dapat menyelamat kota dari krisis lingkungan.
Sebagai urban farmer, kita akan membawa bahan makanan bergizi ke komunitas lokal, sehingga resiko kekurangan bahan pangan dapat dicegah. Di negara-negara berkembang, hasil panen urban farming seperti buah, sayuran, dan unggas mampu memenuhi 10%-40% kebutuhan gizi keluarga di perkotaan. Dalam hal ini, urban farming sangat berperan bagi ketahanan pangan di perkotaan. Jika urban farming dilakukan secara konsisten, maka dapat mengurangi resiko kekurangan bahan pangan di masa yang akan datang.
Lala Nilawanti

